Hari ini, tanggal 14 Oktober, ada perubahan di
laman pencarian Google Indonesia. Terlihat seorang wanita memegang pena
sambil ditemani oleh beberapa buku. Saat kursor diarahkan pada sosok
tersebut, yang muncul adalah nama ‘Hannah Arendt’. Siapa dia?
Google hari ini memang tengah merayakan ulang
tahun ke-108 dari Hannah Arendt, seorang pakar politik dan filsuf
terkemuka dari awal abad 20. Gambar dari Arendt ternyata tidak hanya
nampak di laman Google Indonesia saja, tetapi juga di 20 negara lain di
seluruh dunia, antara lain Malaysia, Laos, Taiwan, Korea Selatan,
Israel, Yunani, Jerman, Itali, Brazil, Nigeria, dan Pantai Gading.
Arendt adalah seorang pakar politik yang tidak
mau dianggap sebagai seorang filsuf. Menurut wanita yang lahir di
Hanover, Jerman, pada 14 Oktober 1906 tersebut, filsuf adalah perwakilan
seorang laki-laki dan tidak mencerminkan umat manusia secara
keseluruhan.
Sebagai seorang teoritikus handal, topik-topik
utama yang menjadi perhatian Arendt adalah politik, demokrasi langsung,
kekuasaan, hingga totalitarianisme. Bahkan, saat ini terdapat
penghargaan atas namanya ‘The Hannah Arendt Prize’ yang diberikan khusus
bagi para politikus yang mampu membawa warisan paham totalitarianisme
milik Arendt.
Sejak Nazi mulai menancapkan kekuasaannya di
Jerman, Arendt yang keturunan Yahudi sempat dipenjara di Gestapo di
tahun 1933. Setelah Perang Dunia ke-2 berakhir, Arendt kembali ke Jerman
dan bekerja untuk sebuah organisasi Zionis yang saat itu menyelamatkan
ribuan anak-anak dari peristiwa ‘Holocaust’ dengan memindahkan mereka ke
daerah Palestina yang kini menjadi Israel.
Hal tersebut tidak bertahan lama, karena
Arendt sendiri akhirnya menjadi warga Amerika tetap pada tahun 1950.
Arendt juga tercatat sebagai dosen wanita pertama di Universitas
Princeton.
Setelah meninggal pada tanggal 4 Desember 1975
di usia 69 tahun di New York, Arendt mewariskan sebuah perpustakaan
pribadinya yang berisi sekitar 4000 buku lebih pada Stevenson Library di
tahun 1976. Saat ini buku-buku Arendt juga tersedia secara digital di
‘The Hannah Arendt Collection’.
0 comments:
Post a Comment